Membingkai Capung dalam Lensa KSB

63113

Tanggal 3 sampai 4 Desember 2016 saya bersama dua orang kakak tingkat dari angkatan 2015 yaitu Agung Prakoso dan dari angkatan 2013 yaitu Retnawan dari Kelompok Studi Biologi Universitas Atma Jaya Yogyakarta berkesempatan untuk mengikuti lomba foto capung di Waduk Sermo dengan tema “Membingkai Capung dalam Lensa”. Waduk Sermo terletak di Kabupaten Kulonprogo yang jika ditempuh dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta membutuhkan waktu sekitar satu setengah jam. Pada perlombaan foto capung tersebut terdapat sekitar 49 peserta yang berasal dari berbagai universitas di Yogyakarta dan beberapa universitas di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Universitas yang ikut dalam perlombaan tersebut antara lain UIN Sunan Kalijaga, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Gadja Mada, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Unversitas Brawijaya, dan Universitas Negeri Semarang. Perlombaan foto capung ini tidak hanya tentang kontes foto capung, tetapi di dalamanya juga terdapat diskusi dan informasi tentang capung di Indonesia yang disampaikan oleh IDS (Indonesia Dragonfly Society).

Capung (Ordo Odonata) merupakan serangga terbang pertama yang ada di dunia. Capung tersebar di wilayah pegunungan, sungai, rawa, danau, sawah, hingga pantai. Tercatat ada 5000 lebih spesies yang tersebar di seluruh dunia dan sekitar 700 spesies di Indonesia. Tubuh capung terdiri atas kepala, toraks (dada), dan abdomen (perut) serta mempunyai enam tungkai. Abdomen capung terdiri atas 9 sampai 10 ruas serta embelan (appendages). Matanya terdiri dari beribu lensa yang disebut dengan mata majemuk. Capung memiliki dua pasang sayap dengan pola khas bagi tiap spesies. Daur hidup capung adalah telur, nimfa, dan capung dewasa. Capung merupakan serangga karnivora. Ia memangsa serangga-serangga kecil seperti lalat, kutu daun, wereng, dan kupu-kupu. Saat menjadi nimfa, capung memangsa jentik nyamuk, ikan kecil dan lain-lain (Sigit, dkk. 2013).

Pada perlombaan hari pertama dilaksanakan mulai pukul 14.00 WIB sampai 18.00 WIB, namun karena hujan mengguyur daerah disekitar waduk, akhirnya banyak peserta yang mengurungkan niatnya untuk hunting foto dan memilih untuk bercengkrama dengan peserta lainnya. Sangat disayangkan hujan terus mengguyur hingga malam hari dan akhirnya panitia melanjutkan acara yang selanjutnya yaitu diskusi tentang capung di Indonesia. Diskusi diawali dengan pemaparan jumlah spesies capung yang telah berhasil IDS identifikasi sebanyak 538 spesies dengan 7 spesies yang belum pasti.Kemudian diskusi dilanjutkan dengan sesi Tanya jawab antar peserta yang kemudian akan dijawab oleh panitia yang berasal dari IDS sendiri. Banyak dari peserta yang aktif bertanya karena memang sangat menarik untuk membahas capung. Sesi terakhir dalam diskusi tersebut adalah pengadaan jambore capung oleh IDS yang rencananya akan dilaksankan di Yogyakarta. Setelah diadakan diskusi yang cukup panjang akhirnya jambore capung dilaksanakan di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Berakhirnya diskusi dari IDS juga diakhir oleh guyuran hujan, dan panitia mempersilahkan peserta kalua ingin hunting foto malam. Sebelumnya panitia memberitahu jika malam hari merupakan waktu yang tepat untuk hunting karena banyak capung yang sedang molting. Molting/pergantian kulit merupakan proses yang kompleks dan dikendalikan oleh hormon-hormon tertentu dalam tubuh serangga. Molting meliputi lapisan kutikula dinding tubuh, lapisan kutikula trakea, foregut, hindgut, dan struktur endoskeleton (McGavin, 2001). Mata kami harus benar-benar teliti melihat sekitar kami karena untuk menuju ke sungai kami harus melewati jalanan yang licin. Cukup lama kami mencari, akhirnya kami menemukan Orthetrum sabina/capung sambar hijau sedang memakan mangsanya. Akhirnya kami memutuskan untuk hunting foto esok pagi karena pada malam itu kami hanya menemukan capung sambar hijau. Pada keesokan harinya, kami naik ke Waduk Sermo untuk hunting foto. Sesampainya di waduk, kami menemukan beberapa spesies capung antara lain Ictinogomphus decorates/capung tombak loreng, Brachythemis contaminate/capung sayap oranye, Pseudagrion microcephalum/capung jarum kepala kecil, Pseudagrion pruimosum/capung jarum metalik, Orthetrum sabina/capung sambar hijau, Neurothemis ramburii/capung tengger jalatunggal, Agriocnemis pygmaea/ capung jarum kecil, dan Libellago lineata/capung batu kuning.

Pada pukul 10.00 WIB merupakan batas pengumpulan foto dari peserta ke panitia dan pada pukul 12.00 WIB merupakan pengumuman juara, namun pengumuman diundur selama hampir 1 jam. Tiba saat pengumaman juara oleh panitia, dan kami perwakilan dari Kelompok Studi Biologi Universitas Atma Jaya Yogyakarta mendapatkan 2 juara besar yaitu juara 1 atas nama Ardi Noviyanto Nugroho dan juara 2 atas nama Agung Prakoso.

Kegiatan semacam  ini banyak memberikan pelajaran bagi kami, karena capung memiliki sifat predator dan dimanfaatkan sebagai agen pengendali hama. Selain itu capung juga berperan sebagai bioindikator lingkungan. Oleh karena itu keanekaragaman capung di suatu kawasan sumber air mampu menggambarkan kesehatan ekosistem sumber air tersebut. Kegiatan semacam ini juga member keuntungan bagi kami untuk identifikasi dan pengetahuan mengenai keanekaragamaan capung, karena kami merupakan orang baru dan kami tidak tahu tentang dunia capung.(ardi)

Leave a comment