STUDI BUKIT MENOREH

Hai para Rangers KSB. Bulan Februari lalu KSB mengadakan studi bukit Menoreh yang bertempat di Padukuhan Banyunganti, Desa Jatimulyo, Kabupaten Kulonprogo. Studi bukit ini dilakukan selama 3 hari 2 malam yaitu tanggal 26 – 28 Februari 2016 dengan 25 anggota. Padukuhan Banyunganti dipilih karena daerah ini belum pernah diteliti namun memiliki keanekaragaman flora dan fauna yang sangat beragam. Rombongan berkumpul di “basecamp” KSB dan berangkat menuju lokasi jam setengah 5 sore.

Sesampainya kita di Padukuhan Banyunganti yaitu jam 7 malam, kita disambut dengan hangat oleh Kepala Dukuh yaitu Pak Sutarman. Kegiatan pertama kita disana adalah “kula nuwun” kepada beliau serta menjelaskan apa yang akan kita lakukan disana. Bapak Sutarman sangat menerima kami untuk melakukan studi ini karena ini adalah salah satu cara untuk menggugah kepedulian warga Dukuh Banyunganti dalam upaya menjaga apa yang mereka punya yaitu keanekaragaman flora dan faunannya.

Malam itu juga beberapa orang dari divisi burung langsung menjelajah padukuhan untuk mencari burung malam seperti Serak Bukit yang biasanya juga ditemukan oleh warga sekitar. Divisi serangga juga melakukan pemasangan light trap  yang ada di sekitar rumah Pak Dukuh. Pagi harinya, jam setengah 5 pagi kita semua sudah dibangunkan untuk bersiap – siap walaupun hawanya sangat dingin. Snack dan teh hangat juga sudah dipersiapkan untuk memulai penjelajahan kita pada hari itu. Anggota yang terdiri dari 25 orang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu 3 kelompok untuk burung, 1 kelompok untuk Lepidoptera dan Odonata serta 1 kelompok untuk tanaman obat.

Pengamatan burung dipimpin oleh Bindo, Audi dan Robert sebagai koordinator kelompok. Pengamatan siang hari pertama dilakukan dengan menyisir perkebunan warga yang terletak di daerah timur sampai ke barat Banyunganti. Penentuan daerah pengamatan berdasarkan wawancara dengan warga sekitar mengenai keberadaan jenis burung. Kemudian pada pengamatan hari kedua dilakukan kembali oleh tiga kelompok dengan menyisir perkebunan dan sekitar rumah warga yang terletak di daerah utara dan selatan Banyunganti. Jenis burung yang ditemukan di Padukuhan Banyunganti adalah sebanyak 29 jenis yang termasuk ke dalam 17 famili. Burung yang paling sering dijumpai adalah Burung Madu Kelapa (Anthreptes malacensis), Cabai Bunga Api (Dicaeum trigonostigma), Cinenen Pisang (Orthotomus sutorius), Cucak kuning (Pignonotus melnicterus dispar), Cipoh Kacat (Aegithina tiphia). Selain itu, burung nokturnal yang berhasil dijumpai adalah Celepuk Reban (Otus lempiji).

Beberapa burung lain yang berhasil ditemukan adalah sebagai berikut:

NAMA

NAMA ILMIAH

Bondol Jawa

Lonchura leucogastroides

Burung Madu Jawa

Aethopyga mystacalis

Burung Madu Sriganti

Nectarinia jugularis

Cabai Bunga Api

Dicaeum trigonostigma
Cekakak Jawa

Halcyon cyanoventris

Celepuk Reban

Otus lempiji
Cikrak Kutub

Phylloscopus borealis

Cinenen pisang

Orthotomus sutorius
Cipoh Kacat

Aegithina tiphia

Cucak Kuning

Pignonotus melnicterus dispar

Cucak Kutilang

Pignonotus aurigaster

Elang Ular Bido

Spilornis cheela

Kadalan Birah

Phaenicophaeus curvirostris

Madu Kelapa

Anthreptes malacensis

Pelanduk Topi Hitam

Pellorneum capistratum

Pelatuk Besi

Dinopium javanense

Perenjak

Prinia sp.

Perenjak Coklat

Prinia polychroa

Perkutut sp.

Geopelia sp

Pijantung Gunung

Arachnothera affinis

Pijantung Kecil

Arachnothera longirostra

Sepah kecil

Perichrocotus cinnamomeus

Sikatan Bubik

Muscicapa dauurica

Sikatan Cacing

Cyornis banyumas

Walet Linchi

Collocalia linchi

Walik Kembang

Ptilinpous melanospila

Wiwik kelabu

Cacomantis merulinus

Wiwik Lurik

Cacomantis sonneratii

poster burung
Gambar 1. Output yang diberikan kepada Padukuhan Banyunganti berupa poster jenis-jenis burung yang ditemui ketika studi.

Pengamatan Tanaman Obat dipimpin oleh Edi dengan melakukan wawancara pada warga sekitar. Tujuan jangka panjang yaitu desa Buyunganti dapat menjadi desa usaha mandiri yang dititikberatkan pada pemanfaatan tanaman obat yang ada untuk diolah sebagai bahan siap pakai dalam industri farmasi. Berdasarkan pengamatan didapatkan 45 jenis tanaman yang ada di dukuh Banyunganti ini, beberapanya adalah cempokak, bebandotan, bunga telek – telekan, sisik naga, cocok bubu, pare, ceplukan, kemuning, tapak kuda, krokot, ceplok piring, pacar tere, lombokan, pandan wangi, dadap, salak, nanas, pangsit – pangsitan, lokatmala, dan keji beling. Berikut beberapa sumber obat – obatan yang sering digunakan masyarakat :

No Narasumber Nama Daerah (Nama Tumbuhan) Bagian dan Manfaat Cara
1 Ibu X Daun dadap menurunkan demam diremas remas dan ditempelkan di dahi
Ibu surani Kunir pelancar haid, muntah darah diparut, sarinya diminum
untuk maag, sakit perut
 Ibu sularti, Ngadiyem Daun sirih Pelancar haid direbus dan airnya diminum
Sawo muda buah ; untuk diare
Salak muda buah; untuk diare
Ceplokan piring buah: batuk dan pilek air perasan jeruk dicampur kecap
obat
Gambar 2. Output yang diberikan kepada Padukuhan Banyunganti berupa poster jenis-jenis tanaman obat yang ditemui ketika studi.

Pengamatan lain yang kita lakukan disana adalah Lepidoptera dan Odonata dengan pengambilan sampel secara jelajah dengan plot setiap berjalan sejauh 10 meter. Pengamatan dipimpin oleh Retnawan dan Agung dan dilakukan di perkebunan warga dan di Taman Sungai Mudal yang merupakan wisata di desa ini. Hasil pengamatan antara lain:

No Ordo Spesies Lokasi penemuan Jumlah
1 Nymphalidae Ypthima argus Taman Sungai Mudal 2 ekor
Tirumala limniace Hutan, Taman Sungai Mudal 4 ekor
Hypolimnas misippus Taman Sungai Mudal 2 ekor
Mycalesis perseus Hutan 2 ekor
Euploea mulciber Taman Sungai Mudal 1 ekor
Hypolimnas bolina Hutan 2 ekor
2 Papilionidae Papilio polytes Taman Hutan Mudal 1 ekor
Graphium agamemnon Taman Sungai Mudal 3 ekor
Graphium sarpedon Taman Sungai Mudal 1 ekor
Papilio memnon agenor Taman Sungai Mudal 2 ekor
3 Pieridae Eurema hecabe Hutan, Taman Sungai Mudal 5 ekor
lepidoptera poster
Gambar 3. Output yang diberikan kepada Padukuhan Banyunganti berupa poster jenis-jenis Lepidoptera dan Odonata yang ditemukan ketika studi.

Artikel oleh : Katarina Maharani-Ketua Studi Bukit Menoreh 2016

Leave a comment